Sejarah Bangsa dan Latar belakang Tannas
Bangsa Indonesia mengalami penjajahan berabad-abad lamanya. Penjajahan
itu mengakibatkan penderitaan lahir dan batin, kemiskinan dan kebodohan.
Perjuangan mengusir penjajah mulai dari perlawanan Sultan Agung dari
kerajaan Mataram pada tahun 1613 sampai perlawanan Sisingamangaraja
(Batak) pada tahun 1900 tidak pernah berhasil. Hal ini karena di satu
sisi, tidak adanya persatuan dan kesatuan di kalangan bangsa Indonesia
dan di sisi lain “keragaman” bangsa Indonesia mudah dieksploitasi dengan
politik “pecah belah” atau “adu domba” atau secara populer disebut juga
politik “de vide et impera”.
Perjuangan selanjutnya memunculkan angkatan perintis kemerdekaan (1908)
yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, dan 20 tahun kemudian muncul
angkatan “Penegas” Sumpah Pemuda (1928). Strategi perjuangan dalam
melawan penjajah diubah dengan jalan Pendidikan Untuk Memajukan Bangsa
dan Membangkitkan Semangat Nasionalisme. Hasil perjuangan yang menonjol
dalam periode ini adalah tumbuh semangat atau jiwa persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia (ingat ikrar Sumpah Pemuda).
1945), merupakanPeriode selanjutnya, masa penjajahan Jepang (1942 babak
baru perjuangan bangsa Indonesia. Pada mulanya bangsa Indonesia
bersimpati pada penjajah baru ini. Bangsa Indonesia menduga bahwa Jepang
akan membantu mempercepat proses perjuangan mencapai kemerdekaan. Akan
tetapi, kenyataannya sangat mengecewakan bangsa Indonesia. Rakyat
Indonesia, makin menderita, dan makin miskin. Hasil bumi maupun ternak
rakyat banyak disita untuk kepentingan penjajah. Banyak rakyat Indonesia
dipaksa menjadi “Romusha” (pekerja paksa) baik di Indonesia maupun
dikirim ke luar negeri, untuk kepentingan pemerintahan militer Jepang
pada waktu itu yang sedang terdesak oleh tentara Sekutu. Kondisi ini
dapat Anda tanyakan pada pelaku sejarah di daerah Anda sendiri sehingga
Anda dapat membandingkan kondisi pada masa penjajahan Belanda dengan
Jepang.
Namun, pada hakikatnya penjajah siapa pun bangsanya pada intinya membawa
kesengsaraan, penderitaan lahir batin bagi bangsa terjajah.
Oleh karena itu, pada masa pendudukan militer Jepang yang kita
kategorikan sebagai penjajah, muncul perlawanan (ingat bukan
pemberontakan) di beberapa tempat, antara lain di Blitar oleh anggota
Peta dan di Jawa Barat (Singaparna). Tentu saja perlawanan terhadap
Jepang itu tidak hanya di kedua tempat tersebut. Banyak perlawanan
terhadap Jepang ini tidak terekam dalam catatan sejarah yang kita
pelajari, tetapi yang dapat Anda saksikan adalah “makam pahlawan” yang
bertebaran di seluruh Indonesia yang isinya antara lain pejuang-pejuang
yang gugur di zaman penjajahan Jepang.
Peperangan melawan penjajah ini tiada hentinya. Perjuangan di daerah
yang satu dapat dipadamkan, tetapi di daerah lain muncul perjuangan
baru, bak kata pepatah “patah tumbuh hilang berganti atau mati satu
tumbuh seribu”. Pengorbanan mereka tidak sia-sia, semangat juang dan
kerelaan berkorban demi bangsanya perlu kita warisi. Kesempatan emas itu
datang dengan ditaklukkannya Jepang kepada Sekutu 15 Agustus 1945. Maka
pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, dan
terbentuklah Negara Republik Indonesia.
Untuk lebih memahami latar belakang tannas dari sisi sejarah sejak
perlawanan Sultan Iskandar Muda (Kerajaan Aceh) sampai dengan
Kemerdekaan RI disajikan dalam ringkasan di atas.
Walaupun kemerdekaan sudah diproklamasikan, perjuangan bangsa Indonesia
terus dilanjutkan untuk mempertahankan kemerdekaan dari
serangan-serangan pasukan bangsa asing. Konflik dengan tentara Sekutu
tidak bisa dihindarkan. Pasukan tentara Sekutu yang tergabung dalam
Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) yang seharusnya bertugas
menerima penyerahan tentara Jepang, membebaskan tawanan perang, menjamin
keadaan damai dan penyerahan pemerintahan ke pihak sipil, ternyata
diboncengi tentara Netherland Indies Civil Administration (NICA) dan
menginjak-injak harga diri bangsa Indonesia yang telah menyatakan
dirinya merdeka.
Pertempuran terjadi di Surabaya (ingat peristiwa 10 November yang kita
Desember 1945,peringati sebagai hari pahlawan), di Ambarawa November
April 1946, pertempuran didi Medan Area (Sumatra Utara) Desember 1945
Bandung, Maret 1946 (ingat peristiwa Bandung Lautan Api 24 Maret 1946)
dan tempat-tempat lainnya di wilayah Indonesia.
350 Tahun lebih menderita, hasilnya adalah Kemiskinan dan Penderitaan Lahir Batin
Upaya Perlawanan yang dilakukan oleh Bangsa
Indonesia, antara lain:
- Iskandar Muda di Aceh (1636)
- Sisingamangaraja dari Batak (1900) Perjuangan tersebut Penjajah
- 1837)Imam Bonjol di daerah Minangkabau (1822 belum berhasil Politik, pecah
- Badarudin di daerah Palembang (1817) belah dan
- Sultan Tirtayasa dari Banten (1650) kuasa (Sistek
- Untung Suropati dari Jatim (1670) dan Sissos)
- Jalantik dari Bali (1850) Kurang adanya persatuan
- Anak Agung Made dari Lombok (1895)
- Pangeran Antasari dari Kalsel (1860)
- Hasanuddin dari Makasar (1660)
- Pattimura dari Maluku (1817)
Tahap Perjuangan selanjutnya: Cara Perjuangan terhadap Penjajah diubah
(1) Angkatan Perintis (1908)dengan jalan:
Dirintis oleh Budi Utomo yakni Di didik untuk memajukan Bangsa
(2) Angkatan Penegas (1928):Hasil perjuangan yang menonjol "Jiwa Sumpah Pemuda Persatuan Bangsa Indonesia".
1945)Pada periode Penjajahan Jepang (1942
Merupakan babak Penjajahan Baru sehingga timbul berbagai pemberontakan
melawan Jepang sebab penjajahan jepang tetap menimbulkan Kemiskinan dan
Penderitaan
Perlawanan terhadap tentara Belanda (NICA), terjadi setelah usai
perundingan Linggar Jati, Belanda melakukan kecurangan dengan Agresi
Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Perlawanan terus dilanjutkan dan
berakhir pada perundingan Renvile 8 Desember 1947 yang membuat Indonesia
menjadi bagian dari Uni Indonesia Belanda.
Setelah perjanjian Renvilee timbul pula pengkhianatan Partai Komunis
Indonesia yang memproklamasikan negara Republik Soviet Indonesia pada
tanggal 18 September 1948. Selesai peristiwa Madiun (affair Madiun)
Belanda (NICA) melakukan agresi Militer II pada tanggal 19 Desember
1948. Hal itu membawa Indonesia-Belanda ke Konferensi Meja Bundar (KMB)
pada tanggal 23 Agustus 1949. Hasil KMB membuat Indonesia menjadi Negara
Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 16 negara bagian. Ternyata
kemudian bentuk negara federal ini tidak dikehendaki oleh sebagian besar
rakyat Indonesia. Disadari bentuk negara federal ini tidak dilandasi
konsepsi yang kuat, latar belakang pendirinya adalah untuk menghancurkan
Indonesia hasil proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, antara RIS
dan Republik Indonesia (sebagai Negara Bagian RIS) sepakat untuk
membentuk negara kesatuan, dan pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS menjelma
menjadi negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hikmah perjuangan bangsa dan negara RI dari peristiwa perlawanan
terhadap tentara asing sejak proklamasi kemerdekaan sampai 17 Agustus
1950 adalah sebagai berikut.
1. Kendatipun Tentara Inggris dan Belanda lebih modern persenjataan dan
organisasinya, tidak membuat perjuangan rakyat Indonesia pupus, semangat
juang terus dikobarkan. Keberanian berkorban demi bangsa dan negara
(membela tanah air) membudaya di kalangan pemuda (ingat semboyan merdeka
atau mati!).
2. Politik devide et impera Belanda gagal. Bangsa Indonesia mengutamakan persatuan dan kesatuan.
Sementara itu, di dalam negeri terjadi konflik akibat kekacauan politik
dan gerakan pembangkangan Kartosuwirjo yang tidak puas terhadap hasil
perundingan Renvile. Kartosuwiryo mengumumkan berdirinya Negara Islam
Indonesia (NII) tanggal 7 Agustus 1949 (latar belakang ideologi agama)
di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pemberontakan yang dilatarbelakangi oleh
ketidakpuasan terhadap kebijaksanaan pemerintah pusat (Darul Islam di
Sulawesi Selatan dan Aceh). Ketidakpuasan politik dan golongan terhadap
pemerintah Pusat (PRRI/Permesta), bermotifkan ideologi komunis
(Pemberontakan Gerakan 30 September/PKI) sampai kepada pemberontakan
yang bermotifkan “nostalgia” pada zaman kolonial (pemberontakan Kapten
Andi Azis, RMS/APRA). Walaupun berbagai bentuk pemberontakan itu dapat
dipadamkan, konflik-konflik yang bersifat lokal dan bernuansa SARA
(Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan) kerap terjadi, namun dapat diatasi
dengan baik.
Uraian tersebut menggambarkan pada Anda bahwa bangsa Indonesia sejak
kelahirannya (proklamasi) terus-menerus mengalami krisis. Namun,
kenyataannya sampai sekarang bangsa Indonesia dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Hal itu terjadi karena bangsa Indonesia memiliki
tannas sebagai bangsa.
Walaupun bangsa Indonesia berjuang menghadapi tentara asing (penjajah)
maupun konflik internal di dalam negeri dengan berbagai latar
belakangnya, namun bangsa Indonesia tetap utuh dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa dan negara
Indonesia mempunyai keuletan dan ketangguhan (Ketahanan) dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya (National Survival). Oleh karena
itu, dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, bangsa Indonesia
harus mempunyai tannas (National Resillience). Tannas itu harus dibina
dan ditingkatkan sejalan dengan perkembangan bangsa Indonesia dan
lingkungan strategiknya.
Rumusan terakhir tannas, merupakan kondisi dinamik yang dimiliki suatu
bangsa. Di dalamnya mengandung “keuletan dan ketangguhan” yang mampu
mengembangkan kekuatan nasional. Kekuatan itu kita perlukan untuk
mengatasi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG),
yang datang dari dalam atau dari luar, yang langsung atau tidak
langsung membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa
dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional.
Untuk lebih memahami pengertian tannas dengan kalimat yang panjang di
atas coba Anda perhatikan Gambar Bagan Skematis Pengertian Tannas
Pengertian Landasan dan Ciri Tannas
Tannas pada hakikatnya adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa
untuk menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara.
Dalam fungsinya sebagai sistem pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan
nasional maka dalam penyelenggaraan atau pembinaan tannas dilakukan
dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Kedua pendekatan itu
(kesejahteraan-keamanan) tidak kita pisahkan dan hanya bisa dibedakan
bak satu keping mata uang, sisi yang satu berupa aspek kesejahteraan dan
sisi yang lainnya berupa aspek keamanan. Penekanan pada salah satu
aspek tergantung pada kondisi yang dihadapi oleh suatu bangsa.
Tannas dilandasi oleh Wasantara dalam upaya mencapai tujuan dan cita-cita bangsa sebagai pengejawantahan Pancasila.
Asas tannas, yaitu (1) pendekatan kesejahteraan dan keamanan, (2)
komprehensif dan integral. Sebagai doktrin ia merupakan cara terbaik
yang diakui kebenarannya dan dijadikan pedoman dalam memenuhi tuntutan
perkembangan, bangsa dan lingkungan untuk kelangsungan hidup dan
kejayaan bangsa dan negara.
Sebagai metode pemecahan masalah maka ia akan menjelaskan:
1. kondisi kehidupan nasional dalam suatu waktu;
2. memprediksi kehidupan nasional pada waktu yang akan datang;
3. mengendalikan kehidupan nasional agar sesuai dengan kondisi yang diharapkan atau ditetapkan.
Selain mempunyai asas ia juga mempunyai sifat, yaitu
(1) manunggal, (2) mawas ke dalam dan ke luar, (3) kewibawaan,
(4) berubah menurut waktu, (5) tidak membenarkan adu kekuatan atau adu
kekuasaan, dan (6) percaya pada diri sendiri.
Tannas sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan sistem kehidupan
nasional mempunyai wajah dan fungsi. Wajah tannas dalam bentuk kondisi,
doktrin, dan metode. Sebagai kondisi merupakan totalitas segenap aspek
kehidupan bangsa yang didasarkan nilai persatuan dan kesatuan
(Wasantara) untuk mewujudkan daya tangkal, daya kekebalan dan daya kena
dalam berinteraksi dengan lingkungan. Sebagai doktrin ia merupakan cara
terbaik yang ada untuk mengimplementasikan pendekatan kesejahteraan dan
keamanan. Sebagai metode ia merupakan cara pemecahan masalah nasional
dalam perkembangan bangsa dan untuk kelangsungan hidup bangsa dan
negara.
Fungsi tannas adalah sebagai doktrin perjuangan nasional, metode
pembinaan kehidupan nasional, pola dasar pembangunan nasional dan
sebagai sistem kehidupan nasional.
Keterkaitan Antargatra Dalam Tannas dan Ketahanan Gatra Tannas
Pengelompokan bidang kehidupan bangsa Indonesia dibuat dalam 8
kelompok gatra (model) bidang kehidupan. Kedelapan gatra tersebut
(Astagatra) dibagi dalam dua kelompok, yaitu trigatra (geografi, sumber
kekayaan alam, dan demografi) dan pancagatra (ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hankam).
Gatra-gatra tersebut dapat dibedakan secara teoretik tetapi tidak bisa
dipisahkan karena keterkaitan yang kuat satu sama lain. Oleh karena itu,
astagatra ini harus dilihat secara holistik dan integral (bulat utuh
menyeluruh).
Trigatra bersifat statis dan Pancagatra bersifat dinamis. Trigatra
merupakan modal dasar untuk meningkatkan Pancagatra. Kelemahan di dalam
satu gatra dapat mempengaruhi gatra yang lain dan sebaliknya
meningkatnya kekuatan pada salah satu gatra dapat meningkatkan gatra
yang lain (sinergi).
Tannas pada hakikatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan
keamanan. Dalam rangka itu, peranan gatra terhadap kondisi
kesejahteraan dan keamanan sebagai berikut.
1. Ada gatra yang sama besar peranannya untuk kesejahteraan dan keamanan.
2. Ada gatra yang lebih besar peranannya untuk kesejahteraan daripada keamanan.
3. Ada gatra yang lebih besar peranannya untuk keamanan daripada kesejahteraan.
Trigatra, ideologi, politik peranannya sama besar dalam kesejahteraan dan keamanan.
Gatra Ekonomi, sosial budaya lebih besar untuk kesejahteraan daripada keamanan.
Hankam lebih besar untuk kesejahteraan keamanan daripada kesejahteraan.
Tannas merupakan resultan (hasil) dari ketahanan masing-masing aspek
kehidupan (gatra).
TRI GATRA
Kelompok gatra alamiah adalah:
1. Geografi,
2. Kekayaan alam,
3. Demografi (kependudukan)
PANCA GATRA
Kelompok gatra sosial adalah:
1. Ideologi
2. Politik
3. Ekonomi
4. Sosial Budaya
5. Hankam
Kedelapan aspek tersebut masing-masing berhubungan, kait-mengait utuh
menyeluruh membentuk tata laku sistem kehidupan nasional. Pembidangan
kehidupan nasional sebanyak delapan adalah kesepakatan bangsa Indonesia,
para ahli dari negara lain membaginya tidak hanya delapan bidang
kehidupan, tetapi bisa kurang atau lebih. Hal ini tergantung pada latar
belakang dan visi masing-masing tentang kehidupan nasional tersebut.
Landasan Tannas
Tannas sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan sistem kehidupan
nasional di dalam pelaksanaannya mempunyai landasan yang kuat yaitu
Pancasila, UUD 1945 dan Wasantara.
Perwujudan Tannas
Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, pada dasarnya
untuk mewujudkan tannas. Titik berat pembangunan nasional pada bidang
ekonomi karena bidang ekonomi ini mempunyai “daya biak” terhadap
bidang-bidang kehidupan lainnya, untuk meningkatkan spektrum kemampuan
kita sebagai bangsa dan negara.
Peningkatan spektrum kemampuan tersebut untuk menghasilkan daya kembang,
daya tangkal dan daya kena. Untuk itu, diperlukan dukungan sumber daya
manusia yang “berkualitas”. Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi
(menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta dilandasi oleh iman dan
taqwa berakar pada budaya Pancasila) merupakan kunci dari peningkatan
tannas. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional, pembangunan sumber
daya manusia merupakan titik sentral dan hal ini sejalan dengan hakikat
pembangunan nasional Indonesia yaitu pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam pembangunan nasional diperlukan pimpinan nasional yang kuat,
berwibawa, serta mampu mempersatukan bangsa serta mempunyai visi ke
depan membawa bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan dan cita-cita
nasional.
Dalam ketatanegaraan Indonesia, mekanisme kepemimpinan nasional telah
ditetapkan yang dikenal dengan mekanisme kepemimpinan 5 tahun yang
dibagi dalam 13 tahapan.
Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat ini perlu
diwaspadai masih adanya bahaya laten yang bersifat ideologis maupun
non-ideologis yang ingin memecah belah kita sebagai bangsa. Untuk itu,
diperlukan kewaspadaan nasional yang sejalan dengan itu yakni
berkehidupan Pancasila (budaya Pancasila) yang diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar